Diakui atau tidak , aura valentine day telah mengalami dislokasi makna jika tidak ingin disebut menghipnotis sebagian besar remaja sehingga menjadikannya sebuah keharusan untuk dirayakan, bahkan nyaris di sejajarkan dengan makna hari besar lainnya.
Asumsi ini semata-mata lahir karena di saat mendekati valentine day kita sering melihat dan mendengar para remaja memperbincangkan tentag rencana dalam menyambut dan merayakan valentine. Bahkan dikota-kota besar ketika mendekati hari valentine para remaja berbondong-bondong menghampiri toko buku yang tidak lain untuk mencari kartu valentine yang hampir keseluruhan desainnya dibalut dengan dominasi warna pink (mera jambu). Ratusan bahkan ribuan ucapan selamat valentine di kirim via kartu. Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini maka modus pengiriman ucapan selamat mengalami pergeseran ke era Short Message Service (SMS) dan alat komunikasi canggih lainnya berupa Multimedia Message Service (MMS) dan fasilitas jejaring sosial di internet (facebook, twitter dll).
Kecanggihan peradaban telah berhasil menyihir remaja-remaja yang hidup di kota besar untuk menyisihkan waktu demi merayakan valentine dengan planning yang hampir tidak ada cacatnya , bahkan pada era saat ini, seiring perkembangan zaman dan akses media yang makin cepat roh valentine day merasuk kedalam jiwa para emaja di daerah yang dengan mudah memberi makna dan seolah-olah ada pengkultusan pada valentine day serta “Katanya” sebagai penanda zaman yang semakin mengglobal yang sering disebut global village (kampung global) yang ditandai dengan semakin sempitnya jarak antara satu budaya dengan budaya lainnya.
Memaknai dan merayakan valentine day tentulah bukan kekhilafan berpikir, hanya saja harus dipahami makna intrinsik yang terkandung dalam misi valentine day tersebut, sehingga tidak sekedar latah-latahan dan tidak terkesan takut ketinggalan peradaban. Makna kasih sayang yang terkandung dalam valentine itu adalah sebuah holy thing (hal suci) dan memang manusia diajarkan untuk saling mengasihi dan menyayangi sesama. Jadi valentine day ibarat sebuah misi suci dan membawa makna-makna persaudaraan dan rasa cinta antara sesama sebagai symbol dan fitrah kemanusiaan dalam hubungan satu sama lain.
Persoalan yang timbul kemudian dipara remaja adalah masih terdapatnya kecendrungan misinterpretasi makna valentine day tersebut. Sebagian diantara remaja menafsirkannya (maaf) sebagai upaya melegalkan hubungan personal yang cenderung mengarah pada interaksi vulgar. Vulgaritas disaat valentine day seperti (maaf) mencium pacar di depan umum dianggap bukanlah sebuah hal yang tabu dan memalukan, kehadirannya seakan terjadi secara alamiah, apa adanya, dan harus dimengerti sebagi sesuatu yang sah dan laik pada setiap peringatan valentine.
Jika tidak hati-hati, kehadiran perayaan valentine dapat meruntuhkan ruang-ruang moralitas para remaja. Bagaimana tidak perayaan valentine dengan roh kebebasannya dapat menciptakan budaya permisif (budaya longgar) dimana aturan-aturan harus diubah, karena dianggap sebagai pengekangan dan mengebiri kreatifitas. Budaya permisif ini akan meluluhlantakkan batas-batas moralitas, budaya dan spiritual ketimuran serta menghancurkan norma-norma agama. Akibat lainnya institusi keluarga mejadi tidak sakral lagi, misalnya jika valentine datang sang anak dengan alasan merayakan valentine bisa keluar rumah sampai tengah malam bahkan esoknya baru kembali merupakan sesuatu yang biasa karena dianggap sebagai penanda kemoderena zaman.
Dalam valentine bata-batas pergaulan dan norma-norma kesusilaan para remaja menjadi kabur. Ironi memang dan tentu sangat menyedihkan dimana setiap remaja bebas bergaul dan tentu saja bergaul dengan siapa saja tanpa ada batasan-batasan nilai keagamaan disetiap perayaan valentine day, glamoritas dan kebebasan menjadi ikon hedonis. Dirayakan ditempat khusus dengan alunan musik impor yang bertemakan “cinta”. Berdasarkan cita rasa barat dibawah cahaya lampu temarem.
Romantisme dalam valentine day mengalami pergesaran makna dengan menganggapnnya sekedar sebagai pergaulan bebas yang hedonis dan materialistik. Mereka yang tidak terlibat dalam pesta tahunan valentine dianggap mengingkari peradaban, tidak tanggap, kuper, norak, kolot dan kampungan.
Jika perayaan valentine yang diadakan oleh remaja ditempatkan sebagi momen untuk mempererat silaturahim dengan teman, sanak saudara maupun keluarga adalah sesuatu yang positif. Akan tetapi jika sekedar dianggap sebagai kewajiban tahunan maka subtansi perayaan tersebut sarat akan dominasi dan eksploitasi kebudayaan yang akibatnya para remaja menjadi latah dalam berpikir berdasarka cita rasa barat yang eksploitatif dan sarat akan akumulasi capital.
Makna suci kasih sayang tidaklah hanya dalam satu hari saja tetapi tiap detik, tiap menit dan kapan saja harus terpatri dalam jiwa bukan hanya remaja tetapi semua manusia karena kasih sayang adalah pesan wahyu yang merupakan implementasi dalil ketuhanan.
Sebagai Pegangan agar kita tidak terjerumus kehal-hal sia-sia yang bisa membuat kita jadi musyrik, Allah berfirman :
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya : " Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya." (QS Al-Hasyr : 7)
Juga berfirman :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya : "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al-Imran : 31)
Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda pada haji wadaa' :
وَقَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنْ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كِتَابُ اللَّهِ
Artinya : "Dan aku telah meninggalkan sesuatu bagimu maka kamu tidak akan tersesat selamanya jika kamu berpegang padanya yaitu : kitab Allah (Al-Qur'an)." (HR Muslim)
Oleh : Aswir Baskara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar